Selasa, 21 Juni 2011

What Do You Get for Putting Ego Above Common Sense?

Saya ingin bercerita tentang kisah unik tiga anak manusia, dan saya komentari masing-masing adegannya.
Sudah lama saya ndak nulis sesuatu yang berbau kontroversial dan frontal, jadi saya mau coba lagi ah...
Sok atuh, komentar-komentar saya monggo disanggah, dikritik, dan dikoreksi. I'd love 'em! :-)

Alkisah ada seorang gadis cantik jelita bernama Dona, yang telah bersahabat lama sekali dengan Joko, seorang pemuda yang gagah dan ganteng.
Beberapa waktu yang lalu, Dona mulai berpacaran dengan Toni. Tapi baru-baru ini, Dona diputusin oleh Toni.

Pada suatu hari, saat sedang jalan-jalan Joko mendapat telepon dari nomor tak dikenal.

Awal pembicaraannya terdengar seperti ini:

Joko: Assalamualaikum, selamat malam.
Mr. X: Ini Joko??
Joko: Ya betul saya Joko. Dengan siapa ini?
Mr. X: Kamu kenal Dona??!
Joko: Ini siapa ya?
Mr. X: Kamu temennya Dona ya?!?
Joko: Sekali lagi saya tanya.. Dengan siapa saya bicara?
Mr. X: Ini Toni, pacarnya Dona.
Joko: Oh... mas Toni. Ya saya kenal Dona. Ada apa ya?

Menurut saya, Mr. X memulai pembicaraan dengan cara yang buruk sekali, bahkan kalau tidak diberitahu bahwa beliau adalah Toni yang juga manusia normal, saya mungkin berpikiran dia tidak mampu mendengar.

Saya juga heran, kenapa Toni dengan senang hati mengaku sebagai pacar Dona.
Saya hanya bisa menebak-nebak, mungkinkah tujuannya mencegah cowok lain mendekati Dona, yang udah dia putusin?
Koq sepertinya sikap seperti itu licik ya..
Yang bikin saya penasaran, apakah tiap kali Toni memperkenalkan diri ke cewek, dia juga bilang "Saya pacarnya Dona"?
Kalau iya, salut..... Tapi kalau enggak, waduh.. artinya...........

Setelah itu, Toni bertanya apa Joko barusan ngobrol dengan Dona. Merasa penasaran, Joko bertanya dulu, memangnya ada apa.
Dengan ketus, Toni menghardik "Sudahlah jawab saja!"
Joko menimpali, "Oh... kalau saya nggak mau jawab gimana?" Kata Toni, ya tinggal dijawab aja, kalau ya bilang ya, kalau enggak bilang enggak.

Komentar saya, silakan saja Toni beropini begitu, kalau memang Joko nggak keberatan. Tapi tidak salah juga, kalau Joko tidak mau menjawab.
Penggemar film action pasti tahu, penjahat saja masih diberitahu "You have the right to remain silent" alias "Anda berhak diam".
Itu lho penjahat, lha memangnya salah Joko apa... koq tiba-tiba hak diamnya dicabut seenaknya?
Masih mending kalau yang mencabut itu hakim atau penegak hukum (yang belum tentu bersih hatinya, tapi setidaknya legal dan punya otoritas yang jelas), lha ini orang yang latar belakangnya belum jelas betul, yang nyebutin nama saja harus ditanya 3x.
(Sebaliknya, Toni juga belum kenal betul tuh dengan Joko, koq mau2nya ngatur2? Bapaknya Joko saja belum tentu mau ngatur2 anaknya sendiri lho.. hehe)

Apalagi dengan cara berkomunikasi yang ketus dan tidak bersahabat, bukankah sikap Toni itu malah mendorong siapapun untuk nggak kooperatif?

"Kalau ingin mengumpulkan madu, jangan tendang sarang lebahnya!"

Ini pepatah sangat bijak, namun saya kasihan sekali pada Toni yang sepertinya dulu waktu sekolah tidak sempat diajarkan ilmu yang sangat berguna ini.

Ternyata, Toni mengeluh karena Dona tidak bisa ditelepon, nada sibuk mulu, dan mencurigai Joko sebagai "biangnya".

Joko tahu pasti bukan dia penyebab nada sibuk Dona, namun alih-alih menjawab "nggak", Joko memilih untuk menyarankan Toni untuk menanyakan langsung ke Dona.
Toni tetap ngotot untuk nanya Joko, dan memaksa Joko untuk "mengakui perbuatannya." Ealah..
Tapi... Joko juga ngotot untuk nggak mau jawab.

Sampai akhirnya Toni menutup telepon tanpa mengucapkan salam.

Beberapa saat kemudian, Toni dan Dona meminta Joko untuk ngobrol bertiga. Karena lagi santai, Joko menyanggupi.

Toni menuduh Joko berbelit-belit karena tidak mau menjawab pertanyaan Toni.
Dibilang begitu, Joko malah menasehati Toni, menurutnya kalau memang Toni mau minta tolong agar Joko kooperatif, sebaiknya Toni memulainya dengan cara yang baik dan santun.
"Mau ngobrol dengan cewek saja perlu pendekatan yang baik, bahkan pakai rayuan lho," argumen Joko.

Bener juga sich pendapat Joko. Cowok dan cewek yang sudah jelas bakal saling menyenangkan satu sama lain kalau jadi dekat, itu saja masih perlu acara merayu dan merajuk.
Apalagi sesama cowok, yang diragukan "enaknya di mana".

Toni tetap membantah. "Ya beda dong!"

Saya kurang jelas beda-nya di mana, karena namanya saja "perumpaan", jadi pasti beda dengan aslinya. Yang sekedar bilang "beda", itu tandanya nggak nyambung saja alias nggak ngerti.
Karena kalau ngerti, pasti bakal menyanggah dengan argumentasi yang berdasar dan spesifik tentunya.

Joko menanyakan, kenapa Toni tidak tanya langsung ke Dona saja, ngapain harus tanya-tanya ke Joko, yang notabene bukan siapa-siapanya Toni?

Ini nasehat yang masuk akal. Dona sebagai "pacar" Toni (definisi pacar = orang terdekat), harusnya otomatis jadi orang yang paling dipercaya juga, bukan?
Pria yang menjalin hubungan serius, menganggapnya sang wanita bukan hanya pacar tapi sebagai calon istri. Tentunya, nantinya dia harus bisa mempercayai istrinya lebih dari siapapun, bukankah begitu?
Andaikan sekarang Toni bisa lebih percaya dengan Joko, yang bukan siapa-siapanya, dibanding Dona yang pacarnya sendiri... Bagaimana nanti Toni bisa mempercayai istrinya sendiri?

Toni beralasan, Dona masih tidak bisa dihubungi karena nada sibuk, jadi nanya ke Joko deh.

Lagi-lagi, Joko malah memberi nasehat, harusnya Toni tinggal menunggu saja, toh dunia nggak akan kiamat gara-gara nada sibuk, atau jaringan seluler lagi error, bukankah begitu? Nada sibuk juga nggak terus-terusan koq...

Menurutku itu nasehat yang bagus, namun perlu ditambah lagi, dan ini jadi nasehat buat saya sendiri karena sering lupa.
Bayangkan kalau HP Anda tidak bisa dihubungi oleh orang tua Anda, kira-kira apa yang terbenak di pikiran beliau? "Anakku lagi selingkuh"???????? Tentu tidak!
Yang pertama kali dipikirkan oleh seseorang yang benar-benar sangat menyayangi Anda dengan setulus hati adalah apakah keadaan Anda baik-baik saja? Sehatkah?
Lalu mulai was-was, jangan-jangan HPnya kecopetan? Jangan-jangan anakku kenapa-napa? Lalu secepatnya berdoa kepada Allah agar Anda senantiasa diberi kesehatan dan kesejahteraan, reaksi yang teramat mulia bukan?

Sama-sama reaksi, tapi diwujudkan dengan cara mencurigai, lalu dipandu oleh emosi dan tutur kata yang kurang santun... Sepertinya ketulusan Toni perlu dipertanyakan.

Toni menegaskan, dia tidak mau menunggu! Jawab Joko enteng saja, "Oh.. berarti kamu orangnya emang gak sabaran."

Sayang banget, disarankan sabar menunggu nada sibuk saja nggak mau. Padahal sabar itu sangat mulia:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar : 10)

Hitung-hitung, yuk buat Toni dan saya sendiri, latihan sabar mulai dari hal-hal sepele seperti nada sibuk. Karena sabar (yang disebutkan dalam Al-Quran tidak kurang dari 103 kali, bayangkan betapa pentingnya!) yang dimaksud dalam ayat tersebut tentunya dalam konteks yang jauh lebih sulit tantangannya daripada kejadian kecil tadi. Tapi, bukankah memulai apa pun yang baik, seyogyanya dari yang kecil-kecil dulu, yang gampang-gampang dulu, dari sekarang juga?

Anehnya, bahkan setelah Dona sudah ada dan siap menjelaskan apa pun yang diminta Toni, tetap saja Toni ngotot minta "jawaban Joko", "Ngapain sich kamu nggak mau jawab? Kamu cowok apa cewek sich? Kamu bencong!"

Tanggapan Joko cuma geleng-geleng kepala saja. Mau ngomong apa lagi, lha wong lawan bicaranya ngomongnya udah gak pake akal sehat lagi, ganti pakai imajinasi. Seperti kata Imam Syafi'i: "Bila aku berdebat dengan para Ulama, aku selalu menang, tapi bila aku berdebat dengan orang- orang JAHIL (tdk berilmu), AKU SELALU KALAH". Mending nonton film animasi Pixar, sama-sama imajinasi tapi bikin hepi dan ketawa-ketawa banyak orang. :-)

Saya mendukung reaksi Joko yaitu tidak bereaksi, izinkan saya mengutip (lagi) perkataan bijak Imam Asy-Syafi'i:

"Mereka menanyakan mengapa engkau diam padahal engkau telah dihujat, maka kepada mereka aku katakan :
Sesungguhnya menjawab mereka dapat membuka pintu kerusakan;
Sedangkan diam dari orang jahil nan pandir adalah kemuliaan;
Dan dalam diam itu juga merupakan perbaikan untuk terpeliharanya kehormatan."
Komentar saya buat Toni sich, dia harus lebih berhati-hati kalau mau ngatain orang bencong. Maksudnya, lihat kiri-kanan dulu, kalau sampai ada bencong beneran, bisa dikejar-kejar tuch karena dianggap merendahkan harkat dan martabat bencong! ;-)


What It's All About?

Mengapa saya menulis artikel ini, tidak lain adalah karena menurut saya pribadi, setiap kejadian seyogyanya selalu dapat kita sikapi agar memberikan manfaat, meski kejadian yang tidak mengenakkan sekalipun:

“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An Nahl : 126)

So, dalam usaha berbagi sesuatu yang positif, tulisan ini saya buat tanpa menulis nama asli tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Setiap saya menyampaikan komentar-komentar yang mencela, langsung saya imbangi dengan saran yang membangun, sebatas kemampuan saya. Karena tujuan mencela bukan menghina, melainkan berusaha menjelaskan apa yang baik. Terinspirasi dengan yang (lagi-lagi) disampaikan oleh Imam Syafi'i:

"Aku sama sekali tidak berdebat dengan seorang pun, lalu aku menginginkan dia salah. Aku sama-sekali tidak pernah berbicara dengan seorang pun, kecuali aku menginginkan agar dia diberi taufiq, diberi kebenaran, diberi pertolongan, serta mendapat perlindungan dan penjagaan dari Allah Subhanahu wata’ala. Dan aku sama sekali tidak pernah berbicara dengan seorang pun, kecuali aku mengharapkan agar Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan kebenaran melalui lidahku atau lidahnya.” (Riwayat Ibnu Hibban)

Saya sendiri, sangat menghargai orang yang mencela keburukan saya, sekaligus juga (ini yang terpenting) menunjukkan cahaya yaitu saran yang baik.


Penutup

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:

" Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga perkara pula. Allah meridhai kalian bila kalian:

  1. Hanya beribadah kepada Allah semata
  2. Dan tidak mempersekutukan-Nya
  3. Serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya, dan janganlah kalian berpecah belah
Dan Allah membenci kalian bila kalian:
  1. Suka qiila wa qaala (berkata tanpa dasar)
  2. Banyak bertanya (yang tidak berfaedah)
  3. Menyia-nyiakan harta "
(HR. Muslim no. 1715)

Saya berharap, opini saya dalam tulisan ini, masih termasuk pernyataan yang mempunyai dasar yang baik, dan dapat memberikan manfaat lebih besar daripada mudharat. Kritik & koreksi saya harapkan, mohon saya diingatkan agar dapat menghindari hal-hal yang dibenci Allah tsb.

Jumat, 10 Juni 2011

Kisah Cinta Penjual Buah Dengan Penjual Sayur

Penjual-buah

Surat putus cinta dari Captain Zen, seorang penjual buah:

wajahmu memang manggis, sifatmu juga melonkolis… tapi hatiku nanas karena cemburu… sirsak napasku, hatiku anggur lebur… menjadikan delima dalam hidupku… memang ini juga salakku, jarang apel malam minggu… ya Tuhan mohon belimbing-Mu, perpisangan ini sungguh menyakitkan… semangka kau bahagia dgn pria lain… sawonara…

cium mesra dari Aak Zen

Surat balasan dari (mantan) pacarnya yg bernama Mehvi Effinda, seorang penjual sayur:

membalas suratmu kentang perpisahan kita, brokoli-koli sudah kubilang jangan tiap dateng rambutmu selalu kucai… brewok di jagungmu gak pernah di cukur… disuruh dateng malam minggu, eh nongolnya hari labu… ditambah kondisi keuanganmu makin hari makin pare… kalo mau nelpon aku aja mesti ke wortel… terus terong aja, cintaku padamu sudah lama tomat… jangan kangkung aku lagi… cabe dehhhhhh!!! 


Dikutip dari blog Kelly Amareta