Gamification memasukkan unsur fun dan permainan dalam aktivitas sehari-hari yang cenderung monoton.
Berhasilkah atau cuma isapan jempol? Mau bukti?
Bagaimana menurut Anda?
This guy is so much more than you've ever, EVER dreamed of... Some people say I'm hot, and others say I'm gorgeous. I just can't blame 'em. ;-)
Kamis, 12 Juni 2014
Rabu, 11 Juni 2014
Hilangkan Ad Hominem, Budayakan Sanggahan Rasional
Senangnya berada di komunitas technical. :-) Setiap pertikaian cenderung diselesaikan dengan cara yang cukup fair: bantah saja serangan teknis dengan argumen teknis.
Andai saja lebih banyak orang dapat mengadopsi budaya ini dan meninggalkan kebiasaan buruk ad hominem, pasti dunia akan lebih indah...
Andai... Andai... Andai... :-P
Andai saja lebih banyak orang dapat mengadopsi budaya ini dan meninggalkan kebiasaan buruk ad hominem, pasti dunia akan lebih indah...
Andai... Andai... Andai... :-P
Selasa, 10 Juni 2014
Gamification, Solusi Penataan Angkot di Bandung?
Desain halte angkot baru untuk Bandung dari walikota Ridwan Kamil seperti ini:
Konsep yang sangat bagus! :)
Tapi kira-kira gimana hasil penerapannya nanti? Sudah bisa dikira-kira bakal nggak akan seideal itu. Bukan bermaksud pesimis sich, dan aku setuju banget dengan masukan neng QuinZdee Putri:
Saya yakin para pengelola dan supir angkot tidak pernah dengan sengaja bermaksud berperilaku tidak tertib. Namun, banyak keluhan, hambatan, dan aspirasi dari mereka yang tidak tertangani, sepertinya menjadi faktor utama perilaku pasif agresif ini. Artinya, regulasi saja tidak cukup.
Bapak Dr. Ir. Ary Setijadi Prihatmanto, Ketua Program Studi Magister Teknologi Media Digital dan Game ITB, mencetuskan gamification sebagai solusi permasalahan sosial di masyarakat:
Bayangkan jika pengelola dan supir angkot selain didata secara administratif, juga diberikan reward apabila meraih prestasi tertentu. Perilaku yang diinginkan, misalnya tidak ngetem terlalu lama, menaati peraturan lalu lintas dengan baik, dan ketepatan pembayaran, akan diberikan points atau badges yang membanggakan. Seperti yang disampaikan Pak Dr. Ir. Ary Setijadi, akan lebih efektif lagi bila reward tersebut tangible, misalnya me-redeem points tersebut dengan voucher liburan bersama keluarga sekaligus cuti. Menurut saya akan sangat memotivasi. (dari sisi komersial, voucher tersebut bisa disubsidi oleh pengusaha wisata seperti Trans Studio Mall atau Kampung Gajah sebagai CSR. Win-win-win, bukan?) :)
Dari segi sarana, semua memungkinkan, kita bisa memulai dari eksekusi sederhana atau semi-otomatis. Untuk pengembangan berbasis teknologi, semua alat yang dapat membantu kita sudah tersedia: baik itu RFID, Bluetooth Low Energy (BLE), NFC, keluarga Internet of (every)Things (IoT) seperti protokol messaging MQTT, jadi banyak pilihannya dan dari sisi perangkat lunak pun banyak yang open source. :)
Bagaimana menurut Anda, realistis tidak?
Konsep yang sangat bagus! :)
Tapi kira-kira gimana hasil penerapannya nanti? Sudah bisa dikira-kira bakal nggak akan seideal itu. Bukan bermaksud pesimis sich, dan aku setuju banget dengan masukan neng QuinZdee Putri:
Kang, angkot dan supir didata jg, biar tertib, trus tarif angkot dipampang aja biar ga da supir nakal yg naekin harga seenaknyaPeningkatan layanan umum yang sudah digagas dan dieksekusi oleh Pak Ridwan Kamil perlu didukung dengan peningkatan kualitas SDM, misalnya dengan penataran yang sistematis dan kontinu.
Saya yakin para pengelola dan supir angkot tidak pernah dengan sengaja bermaksud berperilaku tidak tertib. Namun, banyak keluhan, hambatan, dan aspirasi dari mereka yang tidak tertangani, sepertinya menjadi faktor utama perilaku pasif agresif ini. Artinya, regulasi saja tidak cukup.
Bapak Dr. Ir. Ary Setijadi Prihatmanto, Ketua Program Studi Magister Teknologi Media Digital dan Game ITB, mencetuskan gamification sebagai solusi permasalahan sosial di masyarakat:
Di masa yang akan datang, semua akan mengaplikasikan digital media interaktif. Solusi masalah sampah dengan gamification, dengan memfoto orang sedang membuang sampah. Tiap kali di upload dapat poin. Yang mendapatkan poin tertinggi akan mendapat reward sebagai pahlawan kebersihan. Dengan sistem ini, maka kampanye untuk kebersihan lingkungan akan menjadi lebih murah, tidak perlu anggaran pemerintah yang besar, karena masyarakat yang akan menjaga kebersihan dengan sendirinya.
Pada bidang kesehatan juga dapat diterapkan dengan penghitungan jarak atau langkah. Nanti akan ditentukan siapakah healthy man of the month. Dengan reward seperti itu saja sudah cukup memotivasi, apalagi memakai reward tangible. Bisa juga menjadi talent spotter untuk bidang olahraga. Dari situ lah kunci dari game itu, attractiveness. Bukan paksaan. Begitu kita bisa mendapatkan intinya, lalu diterapkan di tempat tertentu, tiba-tiba orang-orang melakukan apa yang kita inginkan tanpa perlu dibayar atau dipaksa. Itu akan menjadi kekuatan yang besar sekali.
Menyehatkan masyarakat dengan desain layanan berbasis gamification: Naik tangga itu fun dan lebih sehat! :) |
Dari segi sarana, semua memungkinkan, kita bisa memulai dari eksekusi sederhana atau semi-otomatis. Untuk pengembangan berbasis teknologi, semua alat yang dapat membantu kita sudah tersedia: baik itu RFID, Bluetooth Low Energy (BLE), NFC, keluarga Internet of (every)Things (IoT) seperti protokol messaging MQTT, jadi banyak pilihannya dan dari sisi perangkat lunak pun banyak yang open source. :)
Bagaimana menurut Anda, realistis tidak?
Langganan:
Postingan (Atom)