Lama sekali saya tidak buka situs portal umat Islam Indonesia Eramuslim, saya coba-coba buka lagi...
Sebuah artikel menarik perhatian saya, Kisah Seorang Wartawati yang Menyamar, Mengenakan Cadar yang dipublikasikan 30 Maret 2010. Berikut kutipannya:
Nama wartawati itu Katja Kuokkanen. Ia sengaja menyamar menjadi menjadi perempuan Muslim karena ingin merasakan sendiri bagaimana rasanya mengenakan busana muslim lengkap dengan cadarnya di tengah masyarakat Finlandia yang masih asing dengan agama Islam, bagaimana rasanya ditatap dengan pandangan aneh dan takut dari orang-orang disekitarnya. Kuokkanen menuliskan pengalaman dan perasaannya saat dan setelah mengenakan niqab.Karena penasaran, saya pun berusaha mencari sumber artikelnya. Beruntung, artikel tersebut baru dipublikasikan tanggal 29 Oktober 2009 dan masih ada arsipnya di situs Helsingin Sanomat.
Tiba-tiba saya merasakan kejanggalan. Saya ambil contoh sebagian dari artikel tersebut:
Some hours later, I decide to take the Metro back into town, to the downtown Kamppi Center. Usually I have to run away from eager cosmetologists or hair stylists who are badgering me with their sales pitch at the mall.Dan terjemahan jurnalis Eramuslim adalah:
Not this time.
If you are wearing an abaya-niqab, you are left in peace.
Not bad at all.
Beberapa jam setelah berkeliling dengan mengenakan busana abaya dan cadar, saya kembali ke stasiun Metro. Perjalanan saya selanjutnya adalah Kamppi Center.
Selama perjalanan, wartawati itu merenungkan pengalamannya sepanjang hari ini, atas reaksi setiap orang terhadap abaya dan cadar yang dikenakannya dan ia merasakan sendiri bahwa mengenakan abaya dan cadar rasanya tidak seburuk yang orang lain pikirkan. Ia pun tanpa ragu menegaskan, mengenakan abaya dan cadar, "Sama sekali tidak buruk. Jika Anda memakainya, Anda akan merasakan kedamaian."
Seseorang yang cukup mengerti bahasa Inggris akan menyadari bahwa terjemahan tersebut jauh dari arti sebenarnya. Mungkin arti per kata-nya benar, tetapi makna yang disiratkan sangat jauh berbeda!
Wartawati Katja Kuokkanen sama sekali tidak menyatakan bahwa seseorang akan "merasakan kedamaian memakai jilbab" (seperti yang ditulis Eramuslim), tetapi bahwa seorang pemakai jilbab "tidak perlu takut dikejar-kejar SPG kosmetik dan salon"!
Perbedaannya terkesan sepele, tapi lihat efek yang ditimbulkannya...
Saya mengerti bahwa Eramuslim adalah situs Islami, tapi saya tidak setuju kalau mereka mencampurkan opini golongan dengan tetap mengutip narasumber. Mengutip narasumber harus akurat, baik dari kata maupun makna. Terlebih dengan terjemahan. Meski tata bahasanya berbeda tetapi harus menjaga makna asli dari artikel sumbernya.
Ini memberikan kesan Eramuslim sangat-sangat "desperate" untuk menaikkan citra Islam, sampai-sampai menggunakan taktik yang kurang layak. Saya sendiri tidak tahu etika jurnalisme, tapi saya pikir salah satu poinnya pasti mengatur tentang bagaimana mengutip sumber secara benar dan akurat.
Bagi saya, dengan cara tersebut Eramuslim bukannya menaikkan citra Islam, justru memberikan kesan yang kurang baik. Padahal saya sendiri muslim (dan bangga menjadi muslim) sehingga sepantasnya saya mendukung Eramuslim dan media Islami lainnya. Lalu bagaimana apabila kejanggalan artikel tersebut "dipergoki" oleh seorang non-muslim? Bagaimana apabila Helsingin Sanomat sebagai narasumber, meng-audit terjemahan Eramuslim tersebut dan membantah pernah memberikan pernyataan seperti yang "dikutip" Eramuslim? Kira-kira apakah hal tersebut hanya akan merugikan citra Eramuslim saja, ataukah ada kemungkinan itu bisa memberikan kesan buruk secara umum terhadap Islam: "oh, ternyata gitu toh media Islam, mengutip seenak sendiri tanpa divalidasi"?
Kalau tidak salah, dulu saya pernah menemukan artikel dengan kejanggalan serupa di Eramuslim. Tapi lebih parahnya, artikel tersebut mengutip The Onion, yang merupakan media massa sindiran (satire), di mana isinya sebagian besar berupa parodi dan opini. Sayangnya saya lupa judul artikelnya, tapi saya yakin betul Eramuslim tidak memberikan disclaimer bahwa artikel tersebut hanya sekedar parodi dan tidak perlu dianggap serius.
Saya ingin berbaik sangka kepada Eramuslim. Untunglah, saya menemukan satu kejanggalan lagi yaitu (dari artikel aslinya):
”Hey, that is one hell of a sight”, a drunken man yells out to his three equally wasted friends in the crowded carriage.yang diterjemahkan Eramuslim menjadi:
Tentu saja terjemahan yang sangat aneh dan membuat saya ketawa geli.
"Hei, lihat itu ada salah satu pemandangan neraka !" teriak lelaki mabuk tadi.
Terjemahan yang lebih tepat adalah:
"Hei, itu pemandangan yang luar biasa!" teriak lelaki mabuk tadi.Idiom "one hell of ..." di bahasa Inggris berarti sesuatu yang sangat ekstrim:
(sumber: TheFreeDictionary.com. Jadi "one hell of a job" berarti "kerjaan kamu keren banget!" dan bukan "kerjaan kamu seperti neraka". Ekstrim di sini kadang bisa positif kadang negatif, tergantung konteks. Tapi yang jelas... nggak ada hubungannya dengan neraka!)8. Informal Used as an intensive: How the hell can I go? You did one hell of a job.
Sebagai ilustrasi kenapa kesalahan terjemahan ini menggelikan, efeknya mirip dengan kalau kita menerjemahkan:
Gila tuh cewek cantik banget!
menjadi....
Cewek cantik itu gila banget!
Nggak nyambung kan?
Saya sama sekali bukan lulusan sastra Inggris dan tidak punya gelar apapun di bahasa Inggris, kejanggalan terakhir ini membuat saya berprasangka baik terhadap Eramuslim, bahwa kejanggalan-kejanggalan tersebut bukan disengaja.
Namun yang paling ironis, adalah kalau kita menyimak baik-baik keseluruhan dari artikel wartawati tersebut, nada artikelnya lebih terkesan menyindir jilbab, bukannya pro-jilbab! Saya mungkin salah di sini tapi bagi yang tertarik silakan baca artikel aslinya di sini.
Artikel tersebut dari awal hanya menceritakan berbagai kesulitan yang dihadapi pemakai jilbab... dan diakhiri dengan sindiran yang intinya begini: "Tapi dari semua kesusahan itu ada enaknya lho... Kamu nggak perlu pusing dikejar2 SPG kosmetik!"
(Ironisnya hal tersebut tidak berlaku di Indonesia, karena ada "kosmetik wanita muslim yang halal dan aman" tau kan? hehe..)
So dengan mengambil kesimpulan bahwa artikel Helsingin Sanomat tersebut justru artikel yang menyindir wanita muslim, sehingga sama sekali tidak layak untuk dikutip apalagi dimuat di media sekaliber Eramuslim.
Disclaimer: Saya sama sekali tidak kontra dengan Eramuslim, justru saya ingin media muslim di Indonesia semakin maju dan kompetitif. Pertanyaan saya adalah, kenapa hal ini bisa terjadi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar